Biismillah ...
Ada beberapa penggunaan kata di dalam bahasa arab yang sering kita gunakan
di dalam bahasa Indonesia tetapi karena terlalu seringnya kata-kata tersebut
diulang sehingga menjadi hal yang biasa. Padahal penggunaan kata tersebut
tidaklah tepat. Beberapa kata-kata tersebut adalah :
1. Muhrim
Eh kita kan bukan muhrim, jadi nggak boleh salaman.
Kata muhrim sering sekali kita dengar dan semua orang sudah mahfum dengan
artinya yang “lawan jenis yang tidak boleh dinikahi” entah karena faktor
sebab sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan.
Dengan kata lain, bukan muhrim berarti orang yang boleh dinikahi.
Kata muhrim di dalam bahasa arab berasal dari akar kata حرم – haruma
: menjadi terlarang. Kata ini kemudian berubah bentuk menjadi kata حرام
(haraam), kemudian أحرم – ahrama (pengharaman), kemudian menjadi الإحرام
– ’al ihraamu‘ (ibadah yang ada hal yang diharamkan atasnya, haji
atau umrah) dan kemudian محرم – muhrim (orang yang berihram). Urutan
perubahan yang lebih jelas silakan rujuk ke artikel aslinya. Intinya dengan
jalur perubahan seperti ini, kata muhrim berarti orang yang berihram, bukan
orang yang tidak boleh dinikahi seperti yang dipakai di Indonesia.
Orang yang haram dinikahi disebut mahram. Kata mahram berbeda
penurunannya dari kata muhrim. Akan tetapi, kedua kata ini dipahami di
Indonesia sebagai orang yang haram dinikahi.
2. Penulisan
Wallahu ‘Alam
Banyak orang menulis kalimat yang bermakna “Dan Allah-lah yang Maha Tahu”
dengan kalimat transliterasi wallahu ‘alam. Jika diperhatikan,
penempatan apostrofnya salah. Kata ‘alam dalam bahasa Arab berarti
alam dengan kata lain wallahu ‘alam berarti “Dan Allah itu Alam”. Alam
ini tidak jelas maksudnya alam yang bagaimana, sehingga penulisan tersebut
salah.
Penulisan yang benar adalah
wallahu a’lam. Kata a’lam diambil dari الله
أعلم. Kata a’ yang ditransliterasikan dari ع inilah yang berarti
lebih pada kalimat tersebut.
3. Minal
Aidin Wal Faizin
Pesan ini biasa disampaikan menjelang atau pada saat lebaran. Pengucapnya
menyampaikan hal ini dengan maksud untuk meminta maaf satu sama lain. Mereka
memiliki mindset bahwa arti kalimatnya adalah mohon maaf
lahir dan batin.
Kata minal aidin wal faizin secara literal berarti “dari (yang)
kembali dan menang”. Mungkin jika dikonstruksi, maksudnya bisa
menjadi ”Semoga Anda termasuk orang-orang yang kembali (ke jalan Tuhan)
dan termasuk orang yang menang (melawan hawa nafsu).” Yang jelas artinya bukan mohon
maaf lahir dan batin.
Yang perlu dicatat juga, istilah ini hanya dikenal di satu negara :
Indonesia. Memang istilah ini berasal dari bahasa Arab tetapi orang Arab yang
mendengarnya tidak akan mengerti maksudnya apa.
Ucapan “Minal ‘Aidin wal-Faizin” tidak disarankan untuk diucapkan pada hari
raya. Disunnahkan mengucapkan sebagaimana yang Rasulullah ucapkan
“Taqabbalallahu Minna Wa Minkum” yang artinya “Semoga Allah menerima
(amalan-amalan) yang telah aku dan kalian lakukan”.
Menurut Bapak KH. Asep Zaenal Ausop M.Ag (Dosen Agama ITB dan Kepala
Bidang Dakwah Masjid Salman ITB) pada ceramah idul fitri yang lalu, kata ini
dulu digunakan pada selesai perang. Umar sering meneriakkan kata “minal aidin”
kemudian disambut pasukan “wal faidzin”. Kita kembali dan kita menang. “Entah
kapan kalimat ini dipindah ke lebaran”, ujar Pak Asep setengah becanda.
4.
Silaturahmi vs Silaturahim
Kata silaturahmi sering digunakan sebagai kata yg menggambarkan aktivitas
hubungan antar sesama manusia. Aktivitas yg dimaksud adalah aktivitas saling
mempererat tali persaudaraan dan kekerabatan. Kata ini kian populer menjelang
dan selama bulan Syawal, saat idul Fitri, meski kata ini juga sering digunakann
dalam hal lainnya.
Sebenarnya bisa dibilang silaturahmi adalah sebuah salah kaprah, karena
jika merujuk kepada asal katanya, bahasa Arab, maka kata yg benar adalah
SILATURAHIM.
Memang jika ditinjau penyusun kata, kata silaturahmi dan silaturahim,
merujuk pada bahasa Arab, mempunyai huruf penyusun yg sama. Yang membedakan
adalah akhirannya yangg otomatis akan mempengaruhi artinya.
Silah itu berarti menyambungkan. Sementara rahmi mempunyai arti rasa nyeri
yg timbul (dan diderita sang ibu) pada saat melahirkan. Adapun rahim adalah
kasih sayang (ingat: ALLAH SWT mempunyai sifat Ar Rahim, Yang Maha Penyayang).
Dengan demikian, silaturahim = hubungan kasih sayang, sedangkan silaturahmi
= penghubung uterus (tali pusar yg menghubungkan ibu dan anak).
5. Idul
Fitri artinya kembali suci atau pada fitrah
Sering kita dengar orang mengartikan frasa idul fitri dengan kembali
suci atau kembali pada fitrah. Hal ini ditambah dengan gambaran
bahwa setelah ramadhan, yang menjalankan ibadahnya dengan baik akan seperti
bayi yang baru dilahirkan: suci dan fitrah.
“Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan penuh pengharapan, maka
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhori Muslim).
Namun, secara kebahasan this is not the case. Fitri
disini maksudnya adalah berbuka atau kondisi tidak berpuasa. Jadi yang dimaksud
idul fitri adalah kembali berbuka atau hari raya menyambut berbuka. Karenanya
dalam hari idul fitripun kita dilarang untuk berpuasa. Makna fitri dalam arti
berbuka bisa kita ambil dengan mudah dalam hadits berikut :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ.
Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu kegembiraan
ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya. (HR
Bukhori).
Berikut adalah tambahan beberapa istilah bahasa arab yang sering juga salah
digunakan/ ditulis. Tambahan berdasarkan usul dari akh Abrar Istiadi pada
kotak komentar di bawah. Istilah berikut tidak dibahas pada artikel
aslinya.
6. Penulisan
Wa’alaikumsalam
Kata di atas adalah transliterasi yang sering digunakan dari jawaban salam.
Akan tetapi, penulisan tersebut kurang tepat.
Penulisan yang tepat adalah wa’alaikumussalam karena dipakai untuk menjawab assalamu’alaikum. Kecuali kalau
salamnya salamun’alaikum maka tidak masalah dijawab wa’alaikumsalam(un).
Penulisan kurang tepat yang lain yang juga sering dilakukan adalah
hilangnya apostrof (‘) pada kedua frasa assalamu’alaikum dan wa’alaikumussalam.
Apostrof ini adalah bentuk pentransliterasian dari huruf ‘ain (ع) .
Transliterasi (yang menggunakan apostrof, ع menjadi ‘ain) ini
didasarkan pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158/1987 dan 0543b/U/1987
tanggal 22 Januari 1988.
Akan tetapi, penghilangan apostrof juga bisa didebatkan karena dalam tata
Ejaan Yang Disempurnakan bahasa Indonesia tidak menggunakan apostrof. Sama
seperti kata Al Quran, Jumat, dan doa. Tidak ada tanda
petiknya. Akan tetapi, tata EYD itu biasanya diterapkan untuk kata-kata yang
sudah diserap. Untuk kata yang langsung dari bahasa aslinya ini saya kurang
tahu. Jika merujuk SKB Menteri Agama dan Mentri Dikbud tadi, saya menyarankan
untuk memakai transliterasi yang seharusnya pada dokumen resmi.
Untuk penulisan kasual (misalnya SMS atau email), saya rasa tidak masalah.
Kedua bentuk (memakai dan tidak memakai apostrof) sudah lazim digunakan
dan seluruh pengguna bahasa Indonesia sepertinya sudah mafhum bahwa penulisan
itu merujuk ke kalimat yang sama.
7. Penulisan
Akhwat
Sering kita mendengar sebutan yang memiliki konotasi halus ini digunakan
untuk memanggil perempuan. Sebutan ini pun sering diasosiakan untuk muslimah
yang sudah berjilbab khususnya sering dipakai oleh kalangan aktivis.
Kata ini merupakan bentuk jamak dari saudara perempuan ukhti atau /ukht/ (أخت).
Tulisan jamaknya adalah أخوات yang mestinya dibaca /akhawat/.
Dengan demikian, penulisan yang biasa kita lihat ini sebenarnya transliterasi
yang kurang tepat.
Sayangnya (atau syukurnya),
kata ini sudah diserap menjadi kata dalam bahasa Indonesia sehingga kita punya
aturan penulisan sendiri yang bisa dirujuk. Karena kata tersebut diserap,
transliterasi (yang sebenarnya kurang tepat) ini sudah diformat-EYDkan dengan
menghilangkan huruf a pada kha. Dengan demikian, frasa yang
sudah sering kita dengar tadi sudah benar menurut bahasa Indonesia. Menurut
KBBI Daring.
akh·wat Ar n (bentuk
jamak) 1 saudara
perempuan; 2 teman
perempuan
Yah, karena negara ini Indonesia memakai bahasa Indonesia, bentuk yang
lazim demikian (walau kurang tepat) dan sudah diputuskan menjadi bentuk baku,
saya tetap menyarankan memakai bentuk yang ada di KBBI. Akan tetapi, jika Anda
menyebut kata ini kepada orang arab, jangan lupa memakai pengucapan yang benar
/akhawat/ (أخوات).
Alhamdulillah ...
Smoga bermanfaat yaa ^^
Saya sagat berterima kasi atas
BalasHapusBantuan KYAI MAULANA kemarin
Saya dikasi nmr 4d & 6d dan saya mendapat kan hasil togel (457,000,000 juta)karna bantuanya saya bisah bayar hutan dan buka usaha kecil kecilan,jika anda mau di bantu seperti saya silahkam hbg
(KYAI MAULAN ) DI NMR
( 085-210-001-377 )
atau Atau klik disini